Status PSN Rempang Eco-City Dicabut, DPR Dorong Audit dan Usut Dugaan Pelanggaran

Status PSN Rempang Eco-City Dicabut, DPR Dorong Audit dan Usut Dugaan Pelanggaran
Status PSN Rempang Eco-City Dicabut, DPR Dorong Audit dan Usut Dugaan Pelanggaran. Foto: Istimewa.

Kurawalmedia.com, Tanjungpinang – Polemik proyek Rempang Eco City memasuki babak baru. Status proyek ini resmi dicabut dari daftar Proyek Strategis Nasional (PSN), sebagaimana terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi VI DPR RI bersama warga Pulau Rempang, Senin (28/4/2025).

Ketua Komisi VI DPR RI, Nurdin Halid, memastikan penghapusan Rempang Eco-City dari daftar PSN setelah memverifikasi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029.

Bacaan Lainnya

“Rempang sudah tidak masuk dalam daftar PSN,” tegas Nurdin Halid.

Pernyataan ini merespons klarifikasi dari Anggota Komisi VI DPR Fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka, yang menyinggung pernyataan Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol BP Batam, Ariastuty Sirait.

Sebelumnya, Ariastuty menyatakan bahwa Rempang Eco-City masih tercantum sebagai PSN dalam arah pembangunan kewilayahan di Lampiran IV Perpres tersebut.

Namun, verifikasi menunjukkan bahwa meskipun disebut sebagai “Pengembangan Kawasan Terpadu Rempang Ecocity”, statusnya bukan PSN.

Dalam RDPU, Tim Advokasi Solidaritas untuk Rempang, Edy Kurniawan Wahid, mendesak pemerintah segera memberikan kepastian hukum agar proyek ini benar-benar dihentikan.

“Ini penting untuk menghindari mobilisasi aparat yang berujung pada kekerasan terhadap warga,” ujar Edy.

Menurut Edy, sebelum Rempang ditetapkan sebagai PSN pada 2023, masyarakat hidup rukun dan damai. Penetapan ini, kata dia, dilakukan tanpa musyawarah adil dengan masyarakat, sebagaimana dibuktikan hasil penyelidikan Ombudsman RI.

Miswadi, perwakilan warga Rempang yang hadir dalam RDPU, menceritakan tekanan yang dialami warga sejak 2023, termasuk intimidasi dari aparat dan pihak perusahaan, serta penggusuran lahan tanpa persetujuan.

Ia juga menyinggung insiden kekerasan pada 17–18 Desember 2024 yang menyebabkan delapan warga luka-luka.

“Kami selama dua tahun ini hidup dalam intimidasi. Kampung kami diacak-acak,” ungkap Miswadi.

Meski menghadapi tekanan, warga Rempang memilih bertahan dan menolak tawaran ganti rugi. Mereka bertekad tetap tinggal di kampung halaman mereka.

“Dipindahkan demi investasi, kami tidak mau. Kami ingin mati di kampung kami sendiri,” tegasnya.

Merespons aduan ini, Rieke Diah Pitaloka mendukung langkah pencabutan status PSN Rempang Eco-City.

Ia juga meminta Jaksa Agung mengusut potensi korupsi dalam proyek tersebut dan mendorong Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit menyeluruh terhadap BP Batam.

“Warga datang ke sini karena putus asa. Kami harus memberikan keadilan. Tidak ada agama yang membenarkan perampasan tanah,” ujarnya.

Rieke juga mempertanyakan kajian proyek ini, mengingat investasi yang belum pasti justru telah menyebabkan kerugian besar bagi masyarakat.

Sementara itu, Nurdin Halid mengungkapkan bahwa Komisi VI DPR RI telah membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk menangani persoalan lahan di Batam.

“Tim akan melakukan kunjungan langsung ke Pulau Rempang pada 15–17 Mei 2025 untuk menggali fakta di lapangan,” katanya.(*)

Editor: Brp

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *