Kurawalmedia.com, Tanjungpinang-Pemprov Kepri lewat Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) telah mengatur larangan-larangan yang tidak boleh dilakukan oleh nelayan di wilayah ini.
Substansi dalam Perda RZWP3K Provinsi Kepri tersebut, nelayan di Provinsi Kepri wajib untuk melestarikan laut dengan menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan.
Hal ini, tentu sangat ironis atau bertolak belakang, karena pada sisi lainnya Pemerintah telah mencabut moratorium pengerukan tersebut.
“Dalam Perda RZWP3K Provinsi Kepri, kami sudah mengatur antara wilayah tangkap nelayan dengan aktivitas pertambangan,” ujar Mantan Anggota Pansus RZWP3K, Onward Siahaan, Selasa (15/10/2024)
Mantan politisi Partai Gerindra ini menegaskan, regulasi yang diatur lewat Perda RZWP3K Provinsi Kepri khusus terkait zonasi penambangan pasir laut yang sudah melalui kajian mendalam.
Adapun aktivitas ini bisa dilakukan pada tempat yang tidak menimbulkan abrasi, longsor dan tempat dimana ada penimbunan pasir dari alur (semacam sungai) di dasar laut.
“Saat ini kami mendengar bahwa pengerukan sedimentasi justru dilakukan diluar zonasi tambang,” paparnya.
Menurutnya, karena tidak masuk dalam pembahasan RZWP3K, maka pihaknya pada posisi tidak mengetahui sejauh mana Kementerian KP mengantisipansinya.
“Namun kalau lokasinya berada pada zona tangkapan ikan, kami akan menentang kebijakan tersebut. Karena mengganggu wilayah tangkap nelayan,” tegasnya.
Lebih lanjut katanya, sampai saat ini, pihaknya belum tahu pasti dimana lokasi pengerukan ini dilakukan. Namun apabila aktivitas ini dilakukan didalam area 2 mil dari bibir pantai, maka akan membahayakan lingkungan pesisir.
“Belum ada penjelasan dari Kementerian KKP untuk hal ini. Apakah ada pembagian dari pajak ekspor dan PNBP ke daera tidak jelas,” tegasnya lagi.
Ditambahkannya, apabila seandainya pengerukan Sedimentasi dijalankan, daerah harus mendapat bagian sebagai kompensasi atas dampak lingkungan dan ekonomi nelayan yang mungkin akan terjadi. Karena aktivitas ini ada plus minusnya.
“Pengerukan dan penambangan bisa merusak lingkungan jika tidak dilakukan dengan “proper” dan tidak melalui kajian yang komprehensip dari semua aspek,” tutupnya.
Seperti diketahui, berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KKP) Nomor 16 Tahun 2024 tentang Dokumen Perencanaan Pengelolaan hasil Sendimentasi di Laut.
Provinsi Kepri menjadi lokasi prioritas atau sasaran untuk pelaksaan penambangan sendimentasi.
Masih merujuk dalam Permen KKP Nomor 16 Tahun 2024 tersebut, adapun luas perairan Provinsi Kepri yang akan menjadi sasaran dari pengerukan sendimentasi tersebut adalah 3.030.320.445,37 m2 yang terbentang sampai ke Laut Natuna Utara.
Adapun daerah-daerahnya adalah Laut Natuna, Pulau Karimun, Pulau Lingga, dan Pulau Bintan. Dalam Permen tersebut juga ditegaskan, kedalaman sendimentasi laut yang akan dikeruk atau disedot untuk diekspor adalah 3 meter.
Sedangkan potensi volume hasil sedimentasi di laut di wilayah Provinsi Kepri adalah sebanyak 9.090.961.336,11 m3.(*)
Editor : J.A Rahim