Peta Ekonomi Dunia Bergeser, Investasi Global Mulai Beralih ke Teknologi dan AI

Peta Ekonomi Dunia Bergeser, Investasi Global Mulai Beralih ke Teknologi dan AI
Ilustrasi. Delapan dekade terakhir, sejumlah negara berkembang telah bertransformasi menjadi negara maju, yang turut menggeser peta pertumbuhan ekonomi global dari kawasan Barat ke Asia. Foto: pngtree.

Kurawalmedia, Tanjungpinang – Delapan dekade terakhir, sejumlah negara berkembang telah bertransformasi menjadi negara maju, yang turut menggeser peta pertumbuhan ekonomi dunia dari kawasan Barat ke Asia.

Pergeseran tersebut tidak hanya berdampak pada dinamika geopolitik, tetapi juga memengaruhi arus modal global, sektor industri yang berkembang, serta pola investasi.

Perubahan juga terjadi lintas generasi, seiring dengan peralihan kepemilikan aset dalam skala besar.

Bacaan Lainnya

Hingga 2048, diperkirakan sekitar US$124 triliun aset akan berpindah dari generasi baby boomer ke generasi milenial dan Gen Z.

Berbeda dengan generasi sebelumnya yang cenderung berinvestasi pada aset konvensional seperti properti, komoditas, dan saham blue chip, generasi penerus mulai melirik sektor pertumbuhan baru, termasuk teknologi bersih, kecerdasan buatan (AI), eksplorasi antariksa, dan aset digital.

Sejumlah riset menunjukkan bahwa 72 persen investor milenial dan Gen Z menilai portofolio tradisional berbasis saham dan obligasi belum cukup untuk menghasilkan imbal hasil di atas rata-rata.

Tren ini tercermin dalam struktur pasar modal global, di mana bobot indeks saham dunia kini didominasi perusahaan teknologi besar, seiring meningkatnya permintaan terhadap teknologi AI.

Pada 2025, belanja modal global untuk pengembangan AI diperkirakan mencapai US$330 miliar.

Di sektor infrastruktur, pergeseran juga terlihat dari meningkatnya pembangunan pusat data. Jika pada 2022 belanja konstruksi perkantoran di Amerika Serikat masih jauh lebih besar dibandingkan pembangunan data center, kini selisih tersebut semakin menyempit.

Bahkan, kontribusi investasi infrastruktur AI terhadap pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Amerika Serikat pada paruh pertama tahun ini hampir menyamai belanja konsumen, yang selama ini menjadi pendorong utama ekonomi negara tersebut.

Kondisi ini mendorong investor untuk menerapkan pendekatan investasi yang lebih adaptif, dengan tetap memperhatikan manajemen risiko.

Dalam situasi pasar yang mengalami penyesuaian valuasi, pelaksanaan strategi dinilai lebih penting dibandingkan sekadar wacana.

Seiring meningkatnya minat terhadap pasar saham global, khususnya Amerika Serikat, kebutuhan akan akses investasi yang mudah dan efisien juga ikut tumbuh.

Sejumlah platform digital kini menawarkan akses ke berbagai instrumen investasi lintas aset, mulai dari saham, ETF, hingga emas dan aset digital, dengan pengawasan regulator.

Secara umum, investasi saham dipahami sebagai kepemilikan sebagian perusahaan yang tercatat di bursa efek.

Keuntungan yang dapat diperoleh investor berasal dari kenaikan harga saham dan pembagian dividen, apabila perusahaan membagikan laba.

Di Indonesia, aktivitas investasi saham berada di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Meski menawarkan potensi imbal hasil jangka panjang, investasi saham juga memiliki risiko, seperti fluktuasi harga, kemungkinan kerugian modal, serta faktor psikologis investor.

Oleh karena itu, pemahaman terhadap profil risiko, tujuan keuangan, serta edukasi yang memadai menjadi faktor penting sebelum berinvestasi.

Analis menilai diversifikasi portofolio, disiplin strategi, dan evaluasi berkala menjadi langkah yang relevan di tengah perubahan lanskap ekonomi global.

Edukasi dari sumber tepercaya juga dinilai penting untuk menghindari keputusan investasi yang bersifat spekulatif.

Dengan perubahan peta ekonomi dunia yang terus berlangsung, investor dihadapkan pada tantangan sekaligus peluang baru.

Pendekatan yang terukur dan berbasis informasi dinilai menjadi kunci dalam menghadapi dinamika pasar ke depan.(*)

Editor: Brm

Pos terkait