Skandal Produk Halal, 7 Produk Bersertifikat Terbukti Mengandung Unsur Babi

Skandal Produk Halal, 7 Produk Bersertifikat Terbukti Mengandung Unsur Babi
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengungkap temuan dalam hasil pengawasan terhadap produk pangan olahan. Foto: BPJPH.

Kurawalmedia.com, Tanjungpinang – Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengungkap temuan dalam hasil pengawasan terhadap produk pangan olahan.

Sebanyak 11 batch produk dari 9 merek berbeda terdeteksi mengandung unsur babi (porcine) berdasarkan uji laboratorium, termasuk 7 produk yang telah mengantongi sertifikat halal dan 2 produk tanpa sertifikat.

Bacaan Lainnya

Kepala BPJPH, Ahmad Haikal Hasan, menegaskan bahwa pelanggaran ini tidak bisa dianggap remeh. “Sertifikat halal bukan sekadar label formalitas, tapi komitmen terhadap hukum dan etika. Pelanggaran terhadap ketentuan halal merupakan pelanggaran hukum yang serius,” tegasnya saat konferensi pers di Kantor BPJPH, Jakarta, Senin (21/4/2025).

Sebagai langkah awal, BPJPH menjatuhkan sanksi administratif berupa penarikan produk terhadap 7 produk bersertifikat halal yang melanggar ketentuan Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH), sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2024.

Sementara itu, BPOM memberikan peringatan keras dan memerintahkan penarikan dua produk yang terbukti mengandung porcine tanpa sertifikat halal, serta memberikan data registrasi yang tidak akurat. Tindakan ini merujuk pada UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

“Ini bentuk penipuan terhadap konsumen. Kami akan melakukan audit lanjutan dan tidak segan mencabut sertifikat halal jika ditemukan pelanggaran sistematis,” kata Haikal menegaskan.

BPJPH dan BPOM juga mengimbau masyarakat agar lebih proaktif dan waspada. Konsumen diminta melaporkan produk mencurigakan melalui email layanan@halal.go.id serta mengecek kehalalan produk melalui kanal resmi:

“Kepercayaan masyarakat harus dijaga dengan integritas dan transparansi. Tidak boleh ada ruang bagi praktik manipulatif yang merugikan konsumen,” tutup Haikal.(*)

Editor: Brp

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *