Kurawalmedia.com, Jakarta-Keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan gugatan Partai Buruh dan Partai Gelora dinilai sarat kontroversi.
Hal ini ditegaskan oleh Guru Besar Ilmu Hukum Konstitusi Universitas Pakuan atau Unpak Bogor, Andi Muhammad Asrun, Selasa (20/8/2024) di Jakarta.
“KPU harus ajukan permohonan fatwa MA untuk pelaksanaan UU No. 10 Tahun 2016 terkait perubahan syarat parpol usung Calon Kepala Daerah,” ujar Andi Muhammad Asrun.
Menurutnya, putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 mencampur-adukkan antara norma peraturan perundang-undangan untuk persyaratan pendaftaran calon Kepala Daerah dari jalur perseorangan dengan persyaratan pendaftaran calon Kepala Daerah dari jalur partai politik.
Lebih lanjut katanya, pengajuan Calon Kepala Daerah dari jalur partai politik dari jalur partai politik telah diatur dalam Pasal 40 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2016, yaitu bahwa Partai Politik atau gabungan partai politik harus memiliki kursi di DPRD dengan persyaratan:
“Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan.” jelasnya.
Perubahan syarat dukungan bagi partai politik untuk mengusung Calon Kepala Daerah di Pilkada dengan mempersamakan persyaratan bagi Calon Kepala Daerah dari jalur perseorangan independen adalah sebuah kekeliruan hukum.
“Karena status subjek hukum yang berbeda antara “Partai Politik, atau gabungan Partai Politik sebagai badan hukum” dengan “Calon Perseorangan dari Jalur Independen sebagai pribadi hukum perseorangan”,” jelasnya lagi.
Perbedaan lainnya juga terletak pada proses verifikasi yang harus ditempuh melalui verifikasi badan hukum di Kementerian Hukum dan HAM yang harus dilanjutkan dengan verifikasi di KPU RI untuk mendapatkan “status partai politik peserta Pemilu”.
Sementara Calon Perseorangan Kepala Daerah hanya verifikasi dukungan di KPU. Menyamaratakan persyaratan untuk pendaftaran Calon Kepala Daerah dari jalur independent perseorangan dengan Calon Kepala Daerah dari jalur parpol.
“Dari politik atau gabungan partai politik adalah sebuah kekeliruan dan ketidakadailan berdasarkan proses untuk menjadi parpol sebagai badan hukum peserta pemilu,” tegasnya.
“Jika partai politik non-parlemen atau partai politik tanpa kursi di DPRD sesungguhnya dapat mengajukan calon kepala daerah tanpa embel-embel calon dari partai politik, sehingga hak politiknya sebagai warganegara terpenuhi,” paparnya.
Putusan MK No. 60/PUU-XXII/2024 telah menimbulkan kekacuan hukum, karena menimbulkan ketidakpastian hukum di kemudian hari justru dengan mereduksi proses pengajuan calon kepala daerah dari jalur perseorangan.
Putusan MK ini juga menimbulkan kekacauan hukum akibat memberikan jalan bagi partai politik tanpa prestasi politik dan pengakuan dari rakyat pemilih.
Sebagai jalan keluar dari kekacauan hukum akibat Putusan MK No. 60/PUU-XXII/2024, saya menyarankan agar KPU RI mengajukan Permohonan Fatwa berkaitan dengan pelaksanaan Norma Hukum Pasal 40 UU No. 10 Tahun 2016.
Karena bagaimana pun Mahkamah Agung adalah Lembaga peradilan yang diberikan kewenangan untuk memberi petunjuk bagi pelaksanaan undang-undang dan peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang.
“KPU RI bisa berpegang pada Fatwa MA seperti terjadi dalam masalah penentuan pembagian kursi di DPR-RI pada Pemilu 2009,” tutupnya.(*)
Editor : J.A. Rahim